Manado, Fokuslinenews.com — Kematian tersangka kasus pemalsuan surat tanah, Allan Koloay (HK), di RSUP Prof. Kandou Manado pada Selasa, 14 Mei 2025, memicu polemik antara pihak kepolisian dan keluarga korban. Polda Sulawesi Utara (Sulut) menyatakan seluruh prosedur hukum telah dijalankan sesuai ketentuan, sementara keluarga menilai adanya kelalaian yang berujung pada pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Dalam konferensi pers Sabtu (17/5), Kabid Humas Polda Sulut AKBP Alamsyah P. Hasibuan menjelaskan bahwa HK ditetapkan sebagai tersangka bersama JJ dalam kasus pemalsuan surat tanah berdasarkan laporan polisi No. LP/B/612/XI/2023 sejak November 2023. Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Tinggi Sulut pada Desember 2024, kedua tersangka sempat masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) dan ditangkap pada 25 Maret 2025.
"HK dalam kondisi sehat saat ditangkap dan telah menjalani pemeriksaan kesehatan. Dokter menyatakan tidak ada halangan untuk dilakukan penahanan, hanya perlu konsumsi obat rutin," ujar Hasibuan.
Selama proses hukum, HK sempat dirawat di RS Bhayangkara (9–21 April) dan dua kali dibawa ke RS Siloam atas permintaan keluarga. Karena keterbatasan alat medis, ia dirujuk ke RSUP Kandou. Pada 8 Mei 2025, penyidik menangguhkan penahanan dan menyerahkan HK kepada keluarga untuk perawatan.
“Ketika meninggal, HK sudah dalam status penangguhan penahanan. Tidak ditemukan indikasi kekerasan atau intimidasi selama proses hukum,” tambah Hasibuan.
Keluarga Soroti Kelalaian Penanganan
Berbeda dengan pernyataan polisi, keluarga Allan Koloay menilai ada pengabaian serius terhadap kondisi kesehatan HK. Mereka menyebut Allan sudah sakit sebelum penangkapannya pada 25 Maret 2025.
Dokter keluarga, dr. Reinhard Rompis, disebut telah merekomendasikan perawatan rumah sakit sejak awal, namun permintaan tersebut tidak langsung ditindaklanjuti. Keluarga juga mengungkap jari Allan mulai menghitam sejak bulan Maret 2025, imbas operasi pembuluh darah.
Sehingga kondisi kesehatan kaki alm perlu di jaga secara serus tetapi tindakan medis intensif baru dilakukan ketika kondisinya sudah memburuk.
“Dia (HK) di bawah ke RSUP Kandou dalam keadaan sudah sangat parah, sehingga berakibat fatal pada kesehatan almarhum, nyawanya tidak bisa tertolong lagi ,” tulis pernyataan keluarga. Mereka juga mengaku telah mengirim surat ke Kementerian Hukum dan HAM, Wakil Presiden, hingga Presiden RI, untuk menuntut audit atas proses hukum yang dijalani HK.
“Ini bukan sekadar kelalaian, tapi pelanggaran HAM. Penyidik tak punya empati,” ujar salah satu anggota keluarga.
Polda Sulut membantah seluruh tuduhan pelanggaran. Hasibuan menyatakan komunikasi dengan pihak keluarga dan kuasa hukum berjalan baik dan menegaskan bahwa berkas perkara tetap lengkap secara hukum.
“Kami turut berdukacita dan siap terbuka jika ada pemeriksaan lebih lanjut,” ujarnya.
Sementara itu, keluarga mendesak Komnas HAM dan Kompolnas turun tangan mengusut tuntas kasus ini. Hingga berita ini diturunkan, RSUP Kandou belum mengeluarkan keterangan resmi terkait penyebab pasti kematian Allan Koloay.
Dua Versi, Satu Harapan
Kematian Allan Koloay menjadi cermin persoalan klasik antara prosedur hukum dan kemanusiaan. Polda Sulut mengklaim telah bertindak sesuai aturan, sedangkan keluarga menilai perlindungan kesehatan tersangka diabaikan.
“Kami tidak ingin ada korban berikutnya. Hukum harus manusiawi,” kata perwakilan keluarga. Sementara AKBP Hasibuan menegaskan, “Proses hukum tetap berjalan objektif.”
Cheny
0 comentários:
Posting Komentar