Jakarta, FokuslineNews.com — 21 November 2025.
Gelombang penolakan dari masyarakat sipil, akademisi, hingga aksi demonstrasi di berbagai daerah tak mampu membendung langkah DPR. Dengan palu yang diketuk pada 18 November 2025, revisi KUHAP resmi disahkan—meski kritik publik menguat dan tudingan kemunduran demokrasi terus menggema.
Kewenangan Aparat Diperluas, Publik Makin Waswas
Revisi KUHAP ini langsung menuai sorotan lantaran sejumlah pasal dinilai membuka ruang penyalahgunaan kewenangan aparat penegak hukum.
Pasal 5 menjadi perhatian utama, karena memberi ruang lebih longgar bagi aparat untuk melakukan penangkapan, pelarangan bepergian, penggeledahan hingga penahanan.
Tidak berhenti di situ. Pasal 105, 112A, 124, hingga 132A menegaskan aparat dapat melakukan penggeledahan ataupun penyadapan tanpa izin pengadilan, selama diklaim berada dalam situasi “keadaan mendesak” istilah yang hingga kini tidak memiliki batasan definisi yang jelas.
Ketiadaan standar objektif inilah yang dikhawatirkan masyarakat. Para pegiat HAM menyebut celah tersebut terlalu besar dan berpotensi menjadi legitimasi tindakan sewenang-wenang.
Selain itu, Pasal 74A memperkenalkan ruang baru untuk kesepakatan damai atau keadilan restoratif sejak tahap penyelidikan. Meski dinilai mempercepat penyelesaian perkara, mekanisme ini rawan disalahgunakan menjadi transaksi gelap antara penyidik dan pihak terkait.
Pengamat: Pengesahan KUHAP Tergesa-gesa, Reformasi Polri Justru Prioritas
Wartawan sekaligus pengamat politik, M. Septian, menilai pemerintah dan DPR salah prioritas. Menurutnya, kondisi institusi penegak hukum saat ini belum siap menerima pelonggaran kewenangan sebesar itu.
“Reformasi Polri seharusnya dipercepat. Tanpa pembenahan di tubuh aparat, aturan baru hanya memperluas ruang kesewenang-wenangan. Ini langkah yang prematur,” tegasnya.
Nada serupa datang dari Ferdi, pengamat hukum yang sejak awal mengikuti dinamika pembahasan RUU tersebut.
“Tidak jelas agenda apa yang sedang dikejar. Revisi KUHAP ini tampak semakin tajam ke bawah. Yang berpotensi paling dirugikan ya masyarakat sendiri,” ujarnya.
Demokrasi Didorong Mundur? Publik Makin Gelisah
Sejumlah lembaga masyarakat sipil menyebut revisi KUHAP ini sebagai lonceng bahaya bagi demokrasi Indonesia. Kewenangan aparat yang diperluas tanpa pengawasan ketat dianggap mengancam kebebasan sipil, membungkam kontrol publik, dan membuka peluang kriminalisasi.
Sementara pemerintah belum memberikan penjelasan detail mengenai mekanisme pengawasan untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan, gelombang kritik diperkirakan terus membesar.
Dengan situasi yang semakin memanas, publik menunggu apakah pemerintah akan menyiapkan instrumen pengaman atau justru membiarkan kekhawatiran masyarakat semakin menguat.
(Ferdiansyah)
0 comentários:
Posting Komentar