Latest News
Rabu, 12 November 2025
Dilihat 0 kali

Dari Gugur Jadi Jabat”: Misteri di Balik Kursi KAUR Umum Desa Wusa


MINUT — Di Desa Wusa, Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara, janji transparansi dalam penjaringan perangkat desa berubah menjadi teka-teki yang mengusik publik.
Proses yang seharusnya jujur dan terbuka kini justru menampakkan jejak kejanggalan yang sulit dibantah.

Dan di tengah pusaran itu, muncul satu nama yang menjadi pusat sorotan: Meggy J. Kawuwung sosok yang sebelumnya dinyatakan gugur dalam seleksi, namun kini resmi duduk sebagai Kepala Urusan (KAUR) Umum Desa Wusa.

Dari Ditolak Jadi Dilantik
Penelusuran media mengungkap fakta mengejutkan.
Meggy disebut tidak berdomisili di Desa Wusa, meski mengantongi KTP beralamat di sana. Seluruh riwayat pendidikannya berlangsung di Jakarta, dan warga desa mengaku tidak pernah mengenalnya sebagai penduduk tetap.

> “Dia memang punya KTP Wusa, tapi tinggalnya bukan di sini. Semua orang tahu itu,” ujar seorang tokoh masyarakat yang meminta identitasnya disamarkan.

Lebih jauh, Meggy pernah mengajukan permohonan surat domisili saat hendak ikut seleksi Kepala Jaga, namun pemerintah desa kala itu menolak karena tidak memenuhi syarat tempat tinggal.
Anehnya, saat penjaringan KAUR digelar, namanya muncul kembali — dan kali ini, langsung melenggang hingga pelantikan.

Seleksi yang Berubah Arah
Awalnya sembilan peserta mendaftar untuk dua posisi KAUR. Meggy termasuk lima yang dinyatakan gugur di tahap berkas.
Namun setelah jabatan KAUR Perencanaan terisi, panitia mendadak membuka kembali pendaftaran untuk posisi KAUR Umum.

Pendaftaran ditutup 3 November 2025 pukul 12.00, dan hasil verifikasi tetap menempatkan Meggy di daftar tidak lolos.
Namun ajaibnya, ia muncul pada hari tes dan diizinkan ikut ujian tanpa ada surat keputusan tambahan atau berita acara resmi.

Seorang peserta menuturkan, jadwal tes juga berubah-ubah tanpa pemberitahuan jelas.

> “Katanya diundur, tapi sore-sore langsung dites. Kami kaget karena tidak ada pengumuman,” ungkapnya kecewa.

Lebih aneh lagi, hasil tes tak pernah diumumkan. Tidak ada masa sanggah, tidak ada nilai terbuka, dan esoknya, 6 November 2025, nama Meggy sudah dilantik sebagai pejabat baru KAUR Umum.

Dugaan Nepotisme Menguat

Kecurigaan publik makin dalam setelah muncul dugaan hubungan keluarga antara Ketua Panitia Penjaringan, Lingkan Pinangkaan, dan Margareth Pusung, yang sebelumnya dilantik sebagai KAUR Perencanaan.
Keduanya disebut memiliki ikatan darah.

> “Kalau panitia saja punya hubungan keluarga dengan peserta, bagaimana bisa objektif?” ujar seorang warga dengan nada sinis.

Situasi ini memunculkan dugaan bahwa pembukaan ulang penjaringan hanyalah panggung formalitas — sebuah skenario yang sudah disusun untuk meloloskan kandidat tertentu.

Panitia Bungkam, Camat Melempar

Upaya konfirmasi ke Ketua Panitia berakhir tanpa hasil. Rumah tertutup rapat, telepon tak diangkat, pesan tak dibalas.
Sementara Camat Talawaan, Alexander C. L. Warbung, S.IP., justru menyatakan bahwa seluruh proses adalah urusan desa.

> “Itu kewenangan pemerintah desa, kami hanya menerima laporan,” katanya singkat.

Namun bagi warga, jawaban ini terasa seperti “cuci tangan”. Sebagian bahkan meyakini ada campur tangan pihak kecamatan dalam penentuan akhir.

"Ahli: Proses Bisa Dibatalkan"
Pakar hukum administrasi pemerintahan, Dr. Erwin T. Manoppo, SH., MH., menilai jika benar ada pelanggaran syarat dan rekayasa administratif, hasil seleksi dapat dibatalkan secara hukum.

> “Seleksi perangkat desa wajib objektif dan transparan. Jika ditemukan manipulasi, maka hasilnya batal demi hukum,” tegasnya.

Dasar hukumnya jelas: UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 dan Permendagri 83 Tahun 2015 jo. 67 Tahun 2017 menegaskan bahwa penjaringan perangkat desa harus dilakukan secara terbuka, akuntabel, dan bebas intervensi.

Empat Jejak Aneh dalam Penjaringan Wusa

Masyarakat mencatat sedikitnya empat kejanggalan mencolok:

1. Peserta yang gugur administrasi tetap diloloskan.
2. Syarat domisili diabaikan.
3. Nilai dan hasil tes tak diumumkan secara terbuka.
4. Pelantikan dilakukan kilat tanpa dasar hukum jelas.

> “Kalau masuknya saja pakai cara gelap, bagaimana bisa melayani rakyat dengan terang?” ujar warga lainnya.

Cermin Buram Demokrasi Desa

Kasus ini mencerminkan wajah buram tata kelola desa.
Di saat masyarakat berharap pemerintahan desa menjadi teladan integritas, praktik nepotisme dan rekayasa jabatan justru kembali menghantui.

Pelantikan Meggy J. Kawuwung bukan sekadar soal kursi jabatan, tapi juga soal moralitas dan kepercayaan publik.
Warga kini menanti keberanian pihak berwenang untuk menelusuri lebih dalam — agar hukum dan keadilan tidak kembali “gugur” seperti proses seleksi itu sendiri.

> “Kami hanya ingin yang benar-benar layak yang duduk di jabatan,” tutur seorang warga.
> “Kalau dari awal sudah main belakang, jangan harap desa ini bisa maju.”



Red//Cheny
  • Site Comments
  • Facebook Comments

0 comentários:

Posting Komentar

Item Reviewed: Dari Gugur Jadi Jabat”: Misteri di Balik Kursi KAUR Umum Desa Wusa Rating: 5 Reviewed By: Cheny