Sangihe Fokuslinenews - Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) menggelar Dialog Kerukunan Umat Beragama Tahun 2025, Kamis (30/10/25) pukul 09.30 WITA, di Ruang Serbaguna Rumah Jabatan Bupati Kepulauan Sangihe.
Kegiatan ini mengusung tema “Moderasi Beragama: Merawat Keberagaman, Memperkuat Persaudaraan, dan Membangun Sangihe yang Rukun, Damai, dan Sejahtera — Gerbang Kerukunan di Utara Indonesia.”
Dialog yang dihadiri unsur Forkopimda, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan perwakilan organisasi keagamaan tersebut dibuka secara resmi oleh Bupati Kepulauan Sangihe, Michael Thungari, S.E., M.M.
Dalam sambutannya, Bupati Thungari mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersyukur dan memaknai kegiatan dialog ini sebagai momentum memperkuat kebersamaan lintas iman di Bumi Tampungang Lawo.
“Atas kasih dan penyertaan Tuhan Yang Maha Esa, kita boleh hadir bersama dalam suasana penuh damai untuk mengikuti dialog dan pawai kerukunan umat beragama,” kata Bupati.
“Atas nama pemerintah daerah, saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada FKUB serta Kementerian Agama melalui Kanwil Provinsi Sulawesi Utara yang terus berkolaborasi menjaga dan merawat kerukunan di daerah,” tambahnya.
Ditegaskannya, Kabupaten Kepulauan Sangihe memiliki posisi strategis sekaligus tantangan tersendiri sebagai daerah perbatasan. Selain sebagai gerbang ekonomi dan sosial, Sangihe juga menjadi gerbang ideologi dan informasi yang rawan dimasuki pengaruh-pengaruh luar.
“Kita harus waspada terhadap masuknya ideologi transnasional — baik radikalisme keagamaan, liberalisme ekstrem, maupun sekularisme global — yang perlahan dapat memengaruhi cara berpikir, cara beragama, dan pola hidup masyarakat,” jelas Thungari.
Ia menekankan bahwa ancaman ideologi tersebut sering hadir secara halus melalui media sosial dan ruang digital yang tampak modern dan terbuka, namun sesungguhnya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Lebih jauh, Bupati menguraikan arah pembangunan sosial dan spiritual di Sangihe yang berlandaskan falsafah hidup masyarakat lokal:
“Matilang, Mateleng, Mateling su Suralungu Metatengkang”, yang berarti:
Matilang – berpikir jernih dan tenang,
Mateleng – peka dan mau mendengar,
Mateling – waspada dan taat aturan,
Suralungu Metatengkang – saling menghormati dan menjaga keharmonisan.
“Nilai-nilai ini adalah wujud nyata dari moderasi beragama berbasis kearifan lokal. Ketika kita berpikir jernih, mendengar dengan hati, dan hidup saling menghormati, tidak ada ruang bagi ideologi yang ingin mengadu domba atau menebar kebencian,” tutur Thungari.
Untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap ideologi transnasional, Bupati memaparkan lima strategi utama:
1. Penguatan pendidikan Pancasila dan moderasi beragama di sekolah, rumah ibadah, dan lingkungan sosial.
2. Peningkatan literasi digital bagi ASN dan masyarakat agar bijak bermedia.
3. Kolaborasi lintas agama dan budaya melalui dialog dan kegiatan bersama.
4. Pemanfaatan teknologi digital untuk nilai kebangsaan, dengan konten positif dan edukatif.
5. Kewaspadaan berbasis kearifan lokal, berpikir jernih dan peka terhadap perubahan sosial.
Bupati menegaskan, dialog kerukunan bukan sekadar kegiatan seremonial, tetapi momentum penting mengukuhkan kesadaran kolektif untuk menjaga kedamaian sosial dan keteguhan kebangsaan.
“Mari kita jadikan Sangihe bukan hanya sebagai gerbang utara Indonesia, tetapi juga sebagai benteng ideologi Pancasila di wilayah perbatasan,” tegasnya.
“Torang samua basudara itulah semangat yang harus terus kita rawat,” pungkas Bupati Thungari sebelum secara resmi membuka kegiatan dialog.
Dalam kesempatan tersebut, Bupati juga menyampaikan apresiasi kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara yang hadir sebagai narasumber. Ia berharap kegiatan ini memperkuat sinergi antara pemerintah, FKUB, dan seluru

 
 
 
0 comentários:
Posting Komentar