BITUNG, Fokuslinenews.com – Aroma skandal kembali menyeruak dari tubuh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Bitung. Sebuah kafe semi-pub di lantai tiga Gedung Pasar Cita—yang sejatinya milik rakyat—diam-diam disulap menjadi ruang hiburan malam lengkap dengan live musik, karaoke, hingga peredaran minuman beralkohol.
Publik geger. Bukan hanya karena gedung pemerintah dijadikan arena pesta malam, tetapi juga karena pengelolanya disebut-sebut adalah RM alias Ichal Mamuntu, sosok yang kini jadi sorotan warga Bitung. Pertanyaan besar pun menyeruak: apakah aset publik sedang dikangkangi demi bisnis pribadi?
Aset Publik Jadi Bisnis Malam
Investigasi lapangan FokuslineNews.com menemukan, kafe ini beroperasi rutin tiap malam sejak pukul 20.00 hingga dini hari. Pada akhir pekan, bahkan menghadirkan “ladies” untuk menemani pengunjung.
Nama Ichal Bos di cafe ini,” ujar seorang karyawan, yang mengungkap adanya band, karaoke, hingga promosi minuman beralkohol. Pengakuan ini menohok, sebab sebelumnya RM membantah dan menyebut pemberitaan media sebagai “hoax”.
Ironisnya, bukannya memberi klarifikasi, RM justru dilaporkan melontarkan nada intimidatif kepada wartawan yang mencoba konfirmasi. Ini bukan sekadar dugaan pelanggaran aset, tapi juga ancaman serius terhadap kebebasan pers.
Perspektif Hukum: Potensi Tipikor Mengintai
Secara hukum, keberadaan kafe di gedung pemerintah jelas cacat prosedur.
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 menegaskan: aset daerah hanya boleh dimanfaatkan melalui mekanisme resmi, transparan, dan akuntabel.
Alih fungsi tanpa dasar hukum berpotensi menjerat pelaku pada UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan ancaman pidana hingga 20 tahun penjara.
Seorang akademisi hukum tata negara Universitas Sam Ratulangi menegaskan:
“Pembiaran praktik seperti ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga pengkhianatan kepercayaan publik. Aset rakyat tidak boleh dikelola privat tanpa mekanisme sah.”
Aktivis Anti-Korupsi: “Perampasan Hak Publik”
Ketua BAKKIN Sulut, Calvin Limpek, angkat bicara keras.
“Penggunaan fasilitas negara untuk usaha komersial jelas melanggar hukum. Itu perampasan hak publik. Aparat harus segera turun tangan,” tegasnya (30/8/2025).
Menurut Calvin, perbuatan ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan bentuk conflict of interest yang berbahaya.
“Fasilitas negara tidak boleh disulap jadi ruang bisnis malam demi keuntungan segelintir orang,” imbuhnya.
Kebijakan Publik yang Terkoyak Kasus ini menyingkap wajah muram tata kelola aset daerah. Alih fungsi aset publik tanpa regulasi menciptakan preseden buruk: pemerintah tampak abai pada mandat rakyat.
“Jika ini dibiarkan, kepercayaan masyarakat pada pemerintah akan runtuh. Aset publik berubah jadi ruang komersial yang sarat pelanggaran hukum dan moral,” kritik seorang pengamat kebijakan publik di Sulawesi Utara.
Intimidasi Pers: Pelanggaran UU Nomor 40/1999
Lebih gawat lagi, intimidasi terhadap jurnalis yang mengungkap skandal ini menabrak UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Undang-undang itu menjamin kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara.
“Menstigma media sebagai hoax dan mengintimidasi wartawan adalah serangan terhadap demokrasi,” ungkap seorang pengamat media.
Publik Menanti Tindakan Wali Kota
Skandal ini kini menempatkan Wali Kota Bitung pada sorotan. Apakah ia akan bertindak tegas membersihkan dugaan konflik kepentingan, atau justru memilih bungkam di tengah aroma busuk yang semakin menyengat?
Satu hal pasti: publik tidak akan diam ketika aset mereka dikhianati, hukum diinjak-injak, dan kebebasan pers coba dibungkam.
Cheny
0 comentários:
Posting Komentar