Manado, FokusLineNews.com — Dugaan korupsi berjamaah lingkaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. sorotan tajam publik mengarah ke Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemprov Sulut, yang diduga menjadi ladang praktik manipulasi anggaran makan-minum (mamin) sejak 2020 hingga 2024.
Nilai kerugian negara diperkirakan mencapai hampir Rp2 miliar. Laporan resmi masyarakat terkait kasus ini telah masuk ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulut, lengkap dengan dokumen pertanggungjawaban (SPJ), bukti transaksi, dan foto-foto pendukung.
Sumber internal mengungkap, sedikitnya empat pejabat utama Satpol PP Sulut disebut terlibat dalam penyusunan laporan fiktif tersebut. Mereka adalah Farly alias (FK) (pengguna anggaran), Vecky alias (VS) (PPTK Bidang Linmas), Aldrin Alias (AA) (PPK), dan Stenly alias (SL) (PPTK Bidang Kebakaran). Keempatnya diduga menyusun laporan palsu, menggelembungkan jumlah konsumsi, serta merekayasa dokumen SPJ guna mencairkan anggaran.
“Bukan hanya empat orang itu. Ada juga pejabat lain yang mengetahui praktik ini tapi memilih diam. Mereka membiarkan sistem korup yang sudah lama berjalan,” ungkap sumber investigatif kepada FokuslineNews.com
Momentum Bencana Jadi Celah
Yang lebih memprihatinkan, dugaan penyelewengan ini disebut terjadi saat Sulawesi Utara dilanda pandemi COVID-19 dan banjir bandang. Alih-alih menyalurkan anggaran untuk kebutuhan darurat, sejumlah pejabat justru memanfaatkan momentum krisis tersebut untuk memperkuat laporan fiktif.
“Dana makan-minum bencana yang dicairkan lewat SPJ tidak digunakan sebagaimana mestinya. Bahkan, konsumsi untuk kegiatan bencana justru berasal dari sumbangan masyarakat dan donatur, bukan dari anggaran pemerintah,” beber sumber lain yang mengetahui praktik tersebut.
Salah satu pejabat yang disebut, Janny alias (JR), yang kala itu menjabat sebagai PPTK Bidang Damkar menggantikan Stenly alias (SL), diduga ikut mengajukan SPJ fiktif terkait pengadaan makan-minum bencana. Uang negara diduga mengalir ke kantong pribadi para oknum.
Skema Lama, Pola Baru
Penyimpangan anggaran mamin di lingkungan Satpol PP Sulut ini bukan kali pertama terjadi. Pada tahun anggaran 2023, misalnya, satu kegiatan mencatat 250 kotak makanan senilai Rp12,5 juta, padahal peserta yang hadir hanya 75 orang. Selisih dari markup tersebut ditaksir mencapai Rp11,56 juta dalam sekali kegiatan.
Sepanjang tahun, total keuntungan ilegal dari praktik markup bisa mencapai Rp185 juta. Skema serupa kembali muncul pada 2024 dengan nilai lebih besar, yaitu Rp771 juta, termasuk pengadaan fiktif Januari–Maret yang disebut 100 persen tidak pernah terealisasi.
“Semua kegiatan dan konsumsi di SPJ itu fiktif. Tidak ada pembelian, tidak ada kegiatan. Foto dokumentasi pun diduga hasil unduhan internet,” tegas pelapor.
Pakar Hukum: Potensi Pidana Berlapis
Pakar hukum pidana Universitas Sam Ratulangi, Dr. Antonius Luntungan, menilai, dugaan kasus ini berpotensi masuk ke kategori tindak pidana korupsi berlapis. Selain mark-up dan laporan fiktif, ada indikasi kuat pelanggaran Pasal 2 dan 3 UU Tipikor terkait penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sendiri.
“Jika benar terjadi pada masa bencana dan pandemi, maka secara moral dan hukum, perbuatan ini sangat berat. Aparat penegak hukum perlu menindak tegas karena menyangkut dana publik di masa krisis,” tegas Antonius.
Publik Tagih Ketegasan Polda Sulut
Publik kini menanti langkah nyata dari aparat penegak hukum, khususnya Polda Sulut, dalam menindaklanjuti laporan dugaan korupsi berjamaah tersebut.
“Jangan sampai kasus ini diabaikan atau dipetieskan. Transparansi proses hukum menjadi ujian integritas aparat penegak hukum di Sulut,” kata Antonius menambahkan.
Polda Sulut Benarkan Laporan, Masih Tahap Pendalaman
Dikonfirmasi terkait laporan ini, Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Alamsyah Parulian Hasibuan membenarkan bahwa penyidik Ditreskrimsus Polda Sulut telah menerima laporan masyarakat tersebut.
“Kasusnya sudah ditangani penyidik dan masih dalam tahap pendalaman,” ujarnya.
(CR)
0 comentários:
Posting Komentar